Saturday, May 31, 2008

Osjur, The Apprentice, dan Roti Goreng Kornet

Hari ini hari Sabtu. Hari Osjur. Dan aku males banget ikut osjur. Udah kebayang kakak angkatan yang sok judes, PBB yang bikin tepar, dan tugas-tugas konyol yang bikin pingin nimpuk.

Tapi, aku harus datang. Aku udah keseringan bolos. Lagian, toh cuma tiga hari lagi ini. Kalau ada PBB, aku tinggal bilang bronkhitisku kambuh lagi :P

Jadi, hari ini bangun pagi (sepagi hari kuliah biasa), terus mandi, pake baju, dan masukin lagu kampus ke MP3 player cz harus hapal pagi itu juga (mana lagunya bikin ngantuk, lagi)...

Sampai di kampus (yang agak bikin capek cz jalan Dago macet total pagi itu), sempet bengong pas liat banyak banget anak SMA berseliweran. Oh iya, hari ini kan USM! Mana labtek biru dipake tempat ujian, pula (aku ngintip peta USM orang di angkot). Mau osjur di mana?

Jawaban datang setelah aku bertemu Jamjam; dalam bentuk kakak berjahim kuning yang datang mendekat. Ternyata kumpulnya dipindah ke Taman Ganesha! Gila aja, kita baru tahu pas tiga menit sebelum masuk! Udah aja itu mah lari-larian sampai keluar kampus (dan agak susah coz aku kedorong-dorong tas beratku).

Permulaan osjur... standar lah. Cek barang, seru-seruan standar (“Siapa kalian?!” “Teratai Mudaaa...!”). Yang berbeda, hari itu nggak ada PBB! Aku cuma bisa nahan ketawa (coz kayaknya kita nggak boleh ketawa) pas Kak Maulina dan kakak entah siapa bergaya mirip presenter acara TV.

“Kalian tahu siapa kami? Kalian nggak usah tahu siapa kami. Yang jelas, kami punya duit!” ujar Kak Maulina mengawali acara.

Intinya, anak-anak teratai muda diberi modal dua puluh lima ribu untuk bikin usaha yang balik modal dan (syukur-syukur kalau) menghasilkan untung dalam empat jam. Aku masuk kelompok lima, yang beranggotakan aku, Oji, Ochad, Hadian, Boru, Ela, Mirna, Ochie, Finda, Arni, Rynda, Oya, ma seorang lagi. Kita dikasih waktu setengah jam buat ngonsep sebelum akhirnya kita presentasi dan realisasi konsep tersebut.

Pas ngonsep, jelas terlihat kalau kita nggak ngerti kita tuh disuruh apa. Kita mau jualan barang, itu pasti. Masalahnya, barang apa? Makanan? Kita mau jualan minuman di Saraga ketika si kakak bilang tempat jualan ditentukan panitia.

Akhirnya diputuskan: kita bikin dan jual roti kornet. Yup, kita masak makanan yang akan kita jual. Anak-anak bilang, roti kornet buatan Boru enak. Yaudah, kita pikir itu aja.

Ngonsep selesai, terus presentasi. Jujur, agak keder pas denger presentasi kelompok lain. Mereka semua mau jualan donat, snek macam momogi, dan minuman botol. Barang dagangan mereka udah jadi semua (donat mesen dari relasi); cuma kelompok lima yang pake acara masak sendiri! Kakak-kakak penguji udah nanya-nanya aja sama kita (“Masaknya di mana?” “Berapa lama waktunya?”) dan dijawab dengan diplomatis oleh sang ketua kelompok: Oji (Bravo!).

Beres presentasi, kita bikin yel-yel (“LIMA ROTI KORNET! HAP!”). Empat orang beli bahan di Balubur, sisanya bantuin Rynda siap-siap (kita masak di kosan Rynda). Sempet capek juga coz kosan Rynda cukup jauh. Sempet ada masalah sama harga roti dan kompor butana, namun semua selesai begitu cepat. :P

Ternyata, estimasi kita salah. Kita kira, kita bisa bikin empat puluh potong roti kornet, Nggak tahunya, harga roti naik sehingga kita cuma bisa bikin 32 potong. Harga satu potong roti kira-kira dua ribu. Kalau aku di posisi konsumen, kayaknya nggak mau aku beli roti seharga segitu :P

Anak-anak cewek mulai masak dengan riuhnya. Seksi adonan sibuk dengan adonan yang keasinan dan kurang asin. (“Cobain dulu, deh.” “Keasinan! Lo masukin segimana sih garamnya?” “Masa? Rasa tepung doang, kok.”) Seksi kornet mulai menumis bawang bombai dan bawang putih. (“Wangi banget. Apa aja tu?” “Bawang doang, Fer.” “Anu... itu kornetnya baik-baik saja? Kok ngegumpal gitu?” “Ini kornet bagus, nggak? Kata Mama, kalau kornetnya nggak bagus, jadinya nggak enak.” “Hmm... sedeng, lah...”) Boru sibuk menelepon sang Mama untuk konsultasi resep. Aku menemani Oji balik ke kosannya untuk pinjam wadah Tupperware. Cowok yang lain? Bobo, dong! Dasar...

Keadaan dapur yang super hectic :P

Jualan kita nih... Rasanya nggak kalah lho!

Akhirnya, setelah beberapa kakak angkatan menerobos ingin tahu, enam belas potong roti kornet siap dijajakan. Kloter pertama penjual pun terbentuk: saya, Oji, Finda, Ochie, Mirna. Diiringi empat kakak angkatan, kami pun berangkat jualan.

Perjalanan menuju borromeus menjadi perjalanan penuh tawa (ada yang ngumpet di balik tiang listrik karena malu ngejualin; ada mang-mang yang ngegodain kita dengan bilang mau beli semuanya kalau harganya seribuan). Aku sempat bertanya pada mereka pas sampai di jalan Dago karena terinspirasi sama Yakitate! Ja-pan, “Ada yang udah nyobain dagangan kita?”

Dan, jawaban mereka mudah ditebak. “Nggak.” Aiiih...

Yaudah, satu orang ngasih seribu (ceritanya kita beli dagangan kita sendiri). Kita sengaja pilih yang bentuknya paling abnormal (yang kayak bumerang Australia), trus kita bagi empat (Asalnya sempet lempar tanggung jawab siapa yang mau jadi tester; kakak mentor kita nggak mau, lho! Apa masakan kita se-beracun itu?). Rasanya? Entah, coz aku langsung telen sehabis dikunyah dua kali (“Yah, si Ferdi mah udah dimakan duluan!” seru Oji), tapi rasanya lumayan sih.

Sekali lirik sudah cukup membuktikan kalau Borromeus bukan lahan pasar yang bagus. Kita memutuskan untuk belok ke Jalan Ganeca. Di sana, Ibu-ibu berbaju pink menjadi pembeli pertama kita. Dia beli tiga langsung, dong! Kita langsung mendoakan, semoga anak si Ibu diterima USM-nya. AMIN!

Pembeli kedua kita adalah Bapak-bapak bertampang streng yang kita juga nggak nyangka bakal beli makanan kita. Dia langsung beli lima, katanya anaknya belum sarapan. Dan, kita sempet berheboh ria pas bapak itu minta keresek; nampannya bahkan hampir jatuh, lho! Aku nemu keresek di tas, dan agak malu ngasihinnya ke si bapak karena ada print-an Point Samudra di kresek itu.

Berbekal pengalaman, kita memajang antis sebagai bukti kalau kita sanitasinya terjamin (nggak nyambung :P).

Sepanjang perjalanan, Finda membuktikan diri sebagai SPG terbaik yang pernah kami punya (:P). Dia selalu menawarkan roti goreng kita pada siapapun yang berminat (bahkan pada pak polisi yang lagi parkir). Pernah suatu ketika, kita papasan sama empat orang cowok. Pas kami dan mereka mulai kepisah, Finda mendadak teriak, “Hei! Mau jual... sori, maksudnya beli...”

Kita semua kaget, jelas. Empat cowok itu apalagi. “Eh... enggak...” jawab salah satu dari mereka.

Abis itu, kita semua ngakak abis :P

Pembeli ketiga—dan terakhir kami dapatkan setelah jalan memutar Ganeca-Taman sari (bonbin)-Saraga. Buset, niat banget kita. Kakak mentor kita aja udah meninggalkan kita (dan misuh-misuh pas akhirnya sampai ke spot terakhir kita. “Kalian bikin saya tepar, tahu nggak!”). Pembeli itu langsung memborong roti kami sampai habis! Alhamdulillah! Memang, orang tua yang anaknya ikut USM memang paling loyal! Semoga putranya keterima di SBM ya, Bu!

Ceritanya, dagangan kita habis, jadinya kita meet up sama kloter dua penjual (lewat kampus lah, nggak mau gua muter balik kayak tadi :P). Ternyata, mereka jual rotinya seribu lima ratus each! Yaudahlah, yang penting balik modal :P

Habis ishoma, ada presentasi lagi. Sempet minder pas tahu kelompok lain sukses-sukses. Bahkan ada yang keuntungannya sampai 82.000! Tapi... ternyata aku nggak perlu minder, coz kelompok lima jadi juara satu, lho! Kita menang jauh di hasil akhir (poin kita 89, sementara klompok lain paling tinggi 83-an). Heran, kok bisa? Padahal profit kita paling kecil, lho. Tapi biarlah. Yang penting juara!

Tropi juara :P

So, untuk mengakhiri posting ini, mari kita tampilkan yel-yel tercinta:

“LIMA ROTI KORNET! HAP!”

Moral of the story: relasi dan teamwork penting banget dalam per-wirausaha-an. Dan, nge-danus-lah saat USM diadakan :P

P.S.: Lagi suka lagunya Andra and The BackBone: Main Hati. Lagunya bagus, tapi miskin lirik (urgh). Gila... kapan ya gua bisa kayak di lagu itu...?

Thursday, May 29, 2008

Gravestone No.1: All About Cinta... Laurah

Saya sudah berpikir semalaman, dan tampaknya sudah bulat untuk menerapkan sistem ini. Saya namakan ini sebagai "Sistem Gravestone". Intinya adalah, saya akan menghapus posting yang dianggap keterlaluan oleh para pembaca blog saya (abisnya kalian nggak ninggalin jejak, sih. Saya jadi enteng saja menulis di sini :P (Ga ding!)) dan menggantinya dengan posting berjudul "Gravestone". Posting "Gravestone" ini cuma sebagai pengingat saja, supaya saya bisa menjaga tulisan saya sehingga cocok untuk konsumsi dunia maya. Kita lihat saja, apakah blog saya ini malah jadi taman pemakaman umum? semoga tidak, karena saya tidak mau itu sampai terjadi.

So, this is my first Gravestone:
With a manuscript inscribed:
"Telah berpulang ke Ketiadaan, sebuah posting berjudul All About Cinta... Laurah, yang semasa hidupnya telah menyebabkan terpojoknya seorang sahabat, salah paham yang luar biasa, rusaknya hubungan baik, dan ribuan kerugian imateril lainnya. Semoga dia takkan pernah terlahir kembali dalam bentuk apa pun dan mengakibatkan kerusakan yang lebih parah lagi."

P.S.: Bagi yang merasa postingan ini nggak penting, feel free to do so. Saya cuma merasa perlu menyimpan semacam "pengingat" agar saya tidak membuat posting se-destruktif itu lagi. Kenapa saya nggak menggunakan posting aslinya sebagai pengingat? Karena saya nggak mau menimbulkan efek destruktif yang lebih parah dari pada sekarang.

Cheers!

Tuesday, May 27, 2008

Anti-god Principles in Gaming


Sebenarnya masih merasa nggak enak karena peristiwa kemarin. Malah, sempat terpikir untuk berhenti nge-blog. But, no, that is not the right thing to do. I never found something as useful as blogging to train my linguistic skills, so it’s a pity to quit now. Dan lagi, saya yakin dia tidak menginginkan hal ini pula (tampaknya saya menggunakan kata “dia” untuk menyebut orang-orang yang berbeda :P).

Okay. Let’s the post begins!

Siapa sih yang tak kenal vidgim? Sejak zaman saya SD, Nintendo dan Sega sudah merajalela, menempel di TV-TV ruang keluarga. Saya pun salah satu pecandunya, walaupun nggak freak-freak amat. Saya pernah merasakan main game dengan grafis dua dimensi yang kalau saya lihat lagi ternyata jelek sekali (sampai-sampai saya heran, kok bisa dulu saya melihat itu bagus sekali?). Saya pernah terpukau melihat indahnya Spira di FFX, gelapnya Silent Hill yang mengerikan, dan indahnya warna-warna pastel dalam Tales of series. Saya pernah menjajal beberapa genre game: Adventure (kadang clue-nya susah ditemukan), action (“Ngapain kamu main game cuma loncat-loncat gitu?” tanya ayah saya menyindir), fighting (controllernya harus tahan banting!), horror (dan saya berani main itu di tengah gelap malam, lho :P), dan genre-genre lainnya.

Dari banyaknya genre-genre game yang ada, genre yang paling saya sukai adalah RPG. Genre yang dipelopori Dragon Quest pada zaman Nintendo ini memang berbeda dari genre-genre game lainnya. Inti genre ini adalah permainan peran; player mengambil peran sebagai tokoh utama (beberapa game RPG malah menyiapkan tokoh utama tanpa nama) dan mengendalikannya sepanjang cerita berlangsung. Entah mengapa, saya sangat menyukai genre ini; mungkin saya menyukai elemen bermain peran di dalamnya, atau lingkungan permainannya yang kebanyakan medieval, atau saya hanya penasaran dengan ceritanya. Yang jelas, apabila ada game RPG baru yang keluar di pasaran (apalagi kalau keluaran Square-Enix, Atlus, Namco, Bandai), saya segera membelinya. Walaupun akhirnya makan hati juga karena PS2 saya ditinggal di Sukabumi.

Setelah lama bermain dengan game RPG, saya sadar kalau tema kebanyakan game adalah destiny versus free will (yang juga menjadi tema sentral anime favorit saya, Princes Tutu). Di setiap game, tokoh utama selalu menjadi satu-satunya orang yang berontak terhadap krisis yang terjadi di lingkungannya. Dan, krisis itu bisa berwujud macam-macam tergantung game-nya: kekuatan jahat yang bangkit kembali, raja palsu yang memerintah dengan lalim, dan Tuhan yang berkuasa sewenang-wenang terhadap makhluknya.


Yup, saya tidak salah tulis. Beberapa game menggambarkan bahwa Tuhan berkompromi dengan kekuatan jahat sebelum mati. Game lainnya malah menjadikan Tuhan di agama fiktif mereka sebagai boss terakhir. Simak saja Final Fantasy X, yang menceritakan bahwa Yu Yevon (nama Tuhan di agama Yevon) adalah pembawa Sin (makhluk penghancur di Spira) dan akhirnya dimusnahkan oleh tim tokoh utama. Simak saja Grandia 2, yang menceritakan bahwa Granas (sang Tuhan) telah mati jauh sebelum cerita dimulai dan segel-segel yang ditinggalkannya bertujuan untuk mempermudah bangkitnya Valmar (sang iblis). Yang jelas, apabila sebuah game RPG memasukkan elemen agama fiktif ke dalam gameplay-nya, bisa diramalkan bahwa agama itulah yang akan dilawan oleh si tokoh utama.

Box cover game favorit saya: Shin Megami Tensei Nocturne

Tapi, tidak ada game yang se-frontal Shin Megami Tensei series (which is my favorite game ever) dalam hal semacam ini. Game ini jelas-jelas menggolongkan semua macam makhluk mitologi sebagai demon: dewa-dewi Norwegia, folklor berbagai negara, makhluk-makhluk yang memang pantas digolongkan sebagai demon saking jahat atau menjijikkannya mereka, bahkan malaikat-malaikat serta seraf-seraf dalam mitologi kristiani. Untung saja Atlus, developer-nya, belum memikirkan untuk memasukkan Jesus Kristus, Muhammad, atau Allah ke dalam kategori demon mereka (mungkin mereka sadar kalau itu terlalu berbahaya).

Game ini benar-benar menekankan kebebasan memilih pada player. Player diletakkan di sebuah wilayah tanpa hukum yang jelas dan (seringkali) lingkungan yang rusak berat, lalu dipersilahkan untuk memilih hukum apa yang paling tepat diterapkan di wilayah itu. Terdapat tiga pilihan hukum utama: law (hukum yang menjerat dan mengikat, serta menekankan pada kepatuhan dan keteraturan), chaos (tidak ada hukum yang berlaku selain hukum rimba), dan neutral (seharusnya sih intermediet antara kedua hukum yang disebut pertama, tapi game ketiga malah menafsirkannya sebagai kesendirian, ketika manusia kehilangan statusnya sebagai makhluk sosial). Tentu saja, bagi manusia yang waras, susah sekali menentukan hukum mana yang tepat untuk dunia fiktif ini.

Yang lebih parah, game ini menjadikan Lucifer sebagai salah satu tokoh protagonis—paling tidak sebagai tokoh yang membantu si tokoh utama untuk membentuk dunianya. Di game ketiga, ada suatu ending yang dinamakan True Demon, yang menceritakan bahwa si tokoh utama (yang bertubuh demon namun berhati manusia) diubah menjadi demon yang sempurna oleh Lucifer, dan tokoh utama mengangkat senjata melawan para penghuni surga. Game kedua malah menjadikan YHWH sebagai boss terakhir apabila player memilih ending tertentu—walaupun akhirnya sang tokoh utama mendapat hukuman untuk mati dan hidup kembali tanpa henti.

Kalau ditelaah lebih jauh, wajar saja kalau game-game ini berisikan pesan moral seperti itu. Jepang, tempat game-game itu diciptakan, adalah penganut Shinto yang lebih percaya pada dewa-dewa alam ketimbang monoteisme. Dan lagi, yang sebaiknya ditekankan di sini adalah kemampuan untuk mengubah keadaan, bukan?

Saya sendiri tidak merasa takut untuk di-brainwash oleh game-game ini sehingga saya jadi ateis. Saya sudah mengalami banyak peristiwa di dunia ini, dan beberapa di antaranya begitu menyakitkan sampai-sampai saya merasa waktu saya berhenti berputar. Pada saat seperti itu, sungguh melegakan memiliki Dzat yang bisa saya jadikan tempat penumpahan kesedihan dan tempat permintaan pertolongan. Sungguh melegakan memiliki Dzat yang saya yakin selalu mencintai saya, selalu ada untuk saya, dan menyemangati saya untuk hidup di jalan-Nya yang benar. Dan, tak bisa terhitung berapa kali saya ditolong secara tiba-tiba; memang hanya sedikit, tapi mampu mendorong saya untuk memperbaiki kesalahan saya dan mengembalikan keadaan seperti semula. Saya percaya, ada tangan tak terlihat yang mengarahkan saya sekaligus memberikan kebebasan untuk memilih pada saya. Dan, saya percaya, tangan itu adalah Allah, Tuhan saya, yang tak jemu membimbing saya walau saya seringkali lalai melakukan apa yang Ia inginkan (maafkan saya...).

Dan lagi, setelah memainkan Shin Megami Tensei, saya jadi tahu kalau menjadi Tuhan itu berat sekali. Saking beratnya sampai-sampai saya yakin tidak ada manusia yang mampu menanggungnya. Ada begitu banyak manusia di dunia ini; jutaan kepribadian, jutaan cara pandang. Dan, sangat tidak adil apabila salah satu dari tiga hukum itu diterapkan begitu saja pada mereka. Perlu pencampuran yang sempurna, dengan komposisi yang tepat dan berimbang (yang artinya belum tentu rasio 50%-50% berlaku), agar semua manusia bisa merasa bahagia di dunia. Dan, percaya deh, setelah memainkan game itu, saya jadi yakin kalau dunia yang kita tempati ini not too bad. Cukup menyenangkan malah, daripada nyawa terancam setiap hari atau kebebasan terenggut akibat seabrek peraturan yang harus ditaati tiap hari.

Oh, iya. Untuk para orangtua yang ketakutan, game-game di atas ratingnya Teen, kok. Shin Megami Tensei series ratingnya Mature, malah (dan saya memainkan itu saat umur enam belas tahun :P). Insya Allah player-player-nya sudah cukup dewasa untuk menyaring pesan moral di dalamnya.

Oke, deh. Moral of the story, di dunia yang serba global ini, seseorang harus pintar menyaring informasi. Dan lagi, percaya pada Tuhan (tak peduli apa agama yang dipeluk) akan sangat membantu dalam hidup. Karena Tuhan itu ada. Dan dia mengawasi serta membimbing kita.

Cheers!

PS: Blognya mBak Miund keren banget! arggh... pengen nge-link nih... boleh nggak yaaa...?


Monday, May 26, 2008

Huff... Puff...

Hari ini, saya belajar hal yang cukup penting dalam hidup saya...

Kalau menjadi manusia itu susah ternyata :P

Nggak, ding...

Saya sadar, sudah terlalu lama saya isolasi diri saya. Sampai saya kehilangan kepekaan saya terhadap perasaan orang lain. Sampai saya tidak bisa membedakan mana yang pantas untuk dipasang di halaman umum dan mana yang lebih baik saya simpan di folder terdalam di hardisk saya. Sampai akhirnya saya menulis tentang seseorang seolah-olah dia itu sangat jahat terhadap saya.

Padahal, itu tidak benar sama sekali. Yang saya tulis adalah dirinya versi imaji saya. Dan imaji saya sudah hilang jauh sebelum saya menulis postingan itu.

Lalu kenapa saya menulisnya lagi?

Tak tahu...

Tadinya mau nulis seribu macam pembenaran, tapi kayaknya itu nggak akan membawa faedah terhadap siapapun. Saya telah melukai hati seseorang; itu kenyataan yang tak bisa saya ubah.

Lalu, apa yang bisa saya lakukan? Apakah maafku bisa diterima sekarang?

Entahlah...

Tapi, kalau kamu membaca postingan ini... aku benar-benar minta maaf...

Saya rela melakukan apa saja untuk menerima maaf kamu...

Hufff.. pufff...

Saturday, May 24, 2008

Iseng doang...

Jadi, pagi ini masih feel bad about last night. Saya baru aja nge-exile orang dari hidup saya. Tapi... nggak apa-apalah, daripada saya sesak napas melulu dan dia jadi kesel sama saya karena direcokin...

For that particular person... maaf ya? Sumpah, saya nggak maksud gitu...

Anyway, tadi main ke blogthings yang jadi pusatnya kuesioner-kuesioner gitu. Terus nyobain kuis "What's Your Name Hidden Meaning". Penasaran, kan? Makanya, saya coba. Dan hasilnya adalah... (jengjengjeng)




What Muhammad Ferdyansyah Sechan Means



You are confident, self assured, and capable. You are not easily intimidated.

You master any and all skills easily. You don't have to work hard for what you want.

You make your life out to be exactly how you want it. And you'll knock down anyone who gets in your way!



You are a very lucky person. Things just always seem to go your way.

And because you're so lucky, you don't really have a lot of worries. You just hope for the best in life.

You're sometimes a little guilty of being greedy. Spread your luck around a little to people who need it.



You are truly an original person. You have amazing ideas, and the power to carry them out.

Success comes rather easily for you... especially in business and academia.

Some people find you to be selfish and a bit overbearing. You're a strong person.



You are usually the best at everything ... you strive for perfection.

You are confident, authoritative, and aggressive.

You have the classic "Type A" personality.















You are balanced, orderly, and organized. You like your ducks in a row.

You are powerful and competent, especially in the workplace.

People can see you as stubborn and headstrong. You definitely have a dominant personality.



You are loving, compassionate, and ruled by your feelings.

You are able to be a foundation for other people... but you still know how to have fun.

Sometimes your emotions weigh you down, but you generally feel free from them.



You are friendly, charming, and warm. You get along with almost everyone.

You work hard not to rock the boat. Your easy going attitude brings people together.

At times, you can be a little flaky and irresponsible. But for the important things, you pull it together.



You are wild, crazy, and a huge rebel. You're always up to something.

You have a ton of energy, and most people can't handle you. You're very intense.

You definitely are a handful, and you're likely to get in trouble. But your kind of trouble is a lot of fun.







You are a free spirit, and you resent anyone who tries to fence you in.

You are unpredictable, adventurous, and always a little surprising.

You may miss out by not settling down, but you're too busy having fun to care.







You are very intuitive and wise. You understand the world better than most people.

You also have a very active imagination. You often get carried away with your thoughts.

You are prone to a little paranoia and jealousy. You sometimes go overboard in interpreting signals.



You are the total package - suave, sexy, smart, and strong.

You have the whole world under your spell, and you can influence almost everyone you know.

You don't always resist your urges to crush the weak. Just remember, they don't have as much going for them as you do.























You are very open. You communicate well, and you connect with other people easily.

You are a naturally creative person. Ideas just flow from your mind.

A true chameleon, you are many things at different points in your life. You are very adaptable.

What's Your Name's Hidden Meaning?

Begitulah.... Mirip nggak sama saya? :P

Tapi kan wonder-wondering juga, apa hasil tes ini bakal sama kalau saya pake nama yang lain? Makanya saya pun membuat tes yang kedua, dan hasilnya adalah sebagai berikut:






What Ferdy Sechan Means



You are loving, compassionate, and ruled by your feelings.

You are able to be a foundation for other people... but you still know how to have fun.

Sometimes your emotions weigh you down, but you generally feel free from them.



You are friendly, charming, and warm. You get along with almost everyone.

You work hard not to rock the boat. Your easy going attitude brings people together.

At times, you can be a little flaky and irresponsible. But for the important things, you pull it together.



You are wild, crazy, and a huge rebel. You're always up to something.

You have a ton of energy, and most people can't handle you. You're very intense.

You definitely are a handful, and you're likely to get in trouble. But your kind of trouble is a lot of fun.



You are balanced, orderly, and organized. You like your ducks in a row.

You are powerful and competent, especially in the workplace.

People can see you as stubborn and headstrong. You definitely have a dominant personality.



You are a free spirit, and you resent anyone who tries to fence you in.

You are unpredictable, adventurous, and always a little surprising.

You may miss out by not settling down, but you're too busy having fun to care.



You are the total package - suave, sexy, smart, and strong.

You have the whole world under your spell, and you can influence almost everyone you know.

You don't always resist your urges to crush the weak. Just remember, they don't have as much going for them as you do.







You are very open. You communicate well, and you connect with other people easily.

You are a naturally creative person. Ideas just flow from your mind.

A true chameleon, you are many things at different points in your life. You are very adaptable.



You are truly an original person. You have amazing ideas, and the power to carry them out.

Success comes rather easily for you... especially in business and academia.

Some people find you to be selfish and a bit overbearing. You're a strong person.



You are usually the best at everything ... you strive for perfection.

You are confident, authoritative, and aggressive.

You have the classic "Type A" personality.



You are very intuitive and wise. You understand the world better than most people.

You also have a very active imagination. You often get carried away with your thoughts.

You are prone to a little paranoia and jealousy. You sometimes go overboard in interpreting signals.

What's Your Name's Hidden Meaning?

In the end, anyone who inherits the prophet name is supposed to have an A-class personality :P

Cheers!

Thursday, May 22, 2008

Angkot: Transportasi (Yang Dibenci) Sejuta Umat

Sebenarnya udah dari dulu pingin bikin posting bertema ini. Tapi... yah... apa daya... niat nggak sampai (dasar pemalas :P). Walaupun begitu, mengingat kenaikan harga BBM per 1 Juni 2008 (saya ambil istilah ini dari program berita di TV, tau artinya apa) sedikit banyak berimbas pada keuangan dan stamina saya lewat inti postingan ini, mau nggak mau...

Pasti bingung kan, mau posting apa saya sekarang?

Hmm... standar aja sih. Pengen ngebahas transportasi sejuta umat di kota Bandung: angkot.

Siapa sih yang nggak kenal angkot? Nggak mungkin ada, deh. Mobil carry (kadang kijang (sayang)) warna-warni yang berseliweran di jalanan kota Bandung (yang kayak sarang laba-laba saking ruwetnya) terlalu mencolok untuk diabaikan, kan? Dan, seringkali, orang memaknai “angkot” dengan kata yang negatif.

Oke, kita tes, deh. Coba sebutkan satu aja kebaikan angkot di jalan raya. Saya aja sempat mikir lama sebelum menyebut kata “praktis” dan “murah”. Itu pun masih kurang tepat karena ada sarana transportasi lain yang jauh lebih praktis dan murah: sepeda motor (saya bilang angkot paling praktis dan murah karena saya nggak bisa naik sepeda motor :P).

Sebaliknya, apa sih kejelekan angkot di jalan raya? Wuih, jawaban pertanyaan ini kayaknya udah ngantri di otak saya, ngegedor saraf saya minta dikeluarin. Nggak aman, lah. Bikin macet, lah. Hobi nyalip, lah (walaupun masih kalah kalau dibandingin sepeda motor). Sering ngetem, lah (dan untungnya saya berhasil menghindari angkot-angkot yang potensial ngetemnya tinggi :P). Suka berhenti sembarangan, lah (Instruktur nyetir saya malah pernah wanti-wanti untuk hati-hati kalau menyetir di belakang angkot; sering berhenti mendadak tanpa peringatan soalnya (dan agak ironis mengingat dia sendiri supir angkot)). Belum lagi sopirnya yang hobi banget bikin penumpang jadi ikan asin: mobil udah penuh terus aja disuruh geser. Apa dia buta kalau penduduk dunia tuh makin lama makin besar? >:P

Tapi, yang paling bikin saya kesal soal angkot di Bandung adalah kurang jelasnya tarif sekali naik bagi penumpang. Angkot di Bandung memang menetapkan tarif tergantung jarak, makin jauh makin mahal. Rentangnya dari Rp. 1000 (dekat) sampai Rp. 3000 (jauh). Masalahnya sekarang, “dekat” tuh segimana ukurannya? Yang termasuk “jauh” tuh berapa kilometer?

Contoh kasus, deh. Tiap hari saya pulang dari kampus (kalau nggak nebeng teman atau paman saya), saya punya dua alternatif angkot yang bisa membawa saya “turun gunung”: Panghegar-Dipatiukur atau Kalapa-Dago. Seringnya sih saya naik Panghegar-Dipatiukur karena agak lebih murah: Rp. 2000 sampai Veteran. Tapi... kalau saya pikir lagi, kasihan si angkotnya. Selain karena rutenya muter-muter, penumpang angkot itu lumayan jarang; Kadang-kadang, cuma saya yang naik di angkot itu, bersikap cuek sambil ngedoain semoga ada lagi yang naik sehingga saya nggak disuruh pindah angkot (ini juga nih kejelekan para angkot). Itu artinya, saya harus mengasihani diri sendiri karena waktu di perjalanan pun jadi membengkak.

Tapi... agak nggak rela juga kalau harus naik Kalapa-Dago. Angkot-angkot ini terkenal arogan (tentu sopirnya yang arogan, bukan angkotnya). Hobi mereka: ngetem di depan BIP, nggak peduli penumpangnya mau protes apa nggak, pokoknya nggak akan jalan kalau belum penuh. Dan lagi, jarak yang ditempuh untuk Rp. 2000 bagi mereka tuh cuma dua pertiga dari jarak tempuh DU-Panghegar untuk ongkos yang sama. Belum kalau ngasih kembalian suka dikurangin; saya pernah ngasih uang lima ribuan dan cuma dikembaliin dua ribu, padahal saya naik angkot cuma dari BIP ke Regent! Aaaargh! Sumpah, nggak relaaaa!

Karena itu, saya selalu pukul rata dua ribu tiap kali naik (walaupun saya juga tahu diri untuk menambah limaratusan kalau ngerasa jaraknya udah jauh banget :P). Earphone jadi barang penting tiap kali naik angkot. Soalnya, bukan sekali dua kali saya diteriakin gara-gara bayarannya dibilang kurang. Kalau ada earphone, saya biasanya pura-pura nggak denger (walaupun hati udah dag-dig-dig duluan). Kalau nggak ada earphone, ada sedikit saran yang mungkin berguna: suruh teman cewekmu yang bayar angkot. Biasanya, sopir angkot suka luluh sama yang namanya cewek, sukur-sukur kalau cantik :P.

Karena sarana primer saya adalah angkot, saya keder juga pas tahu BBM naik lagi ntar Juni (duh, jadi pengen belajar naik motor T_T). Saya ramalkan, kenaikan ongkos angkot adalah sekitar Rp. 500 per ukuran jarak (bodo amat mau bener apa nggak, pokoknya saya maunya segitu). Kenaikan ini, seperti yang saya katakan di paragraf awal tadi, pasti berimbas pada keadaan ekonomi saya: membengkaknya anggaran yang harus dialokasikan untuk transportasi (widih... serem bahasanya). Dan, untuk menanggulanginya, saya harus meningkatkan frekuensi jalan kaki untuk mencapai tujuan (yang entah menaikkan atau malah menurunkan stamina saya secara di jalan banyak sekali debu berseliweran).

Fuuuh... susah jadi orang kere...

Solusinya, jadilah orang pintar! Manfaatkan segala macam sumber daya di sekitar kita! Berawal dari menebeng mobil orang, siapa tahu saja kita bisa menemukan sumber energi baru (nggak nyambung, ah). Intinya, bagi warga Indonesia, yang tabah aja ya? Memang sih, kalau kita mau makmur, sepertiga populasi manusia harus dikurangi (Ampun, pak! Cuma becanda!).

Lagipula, angkot itu tidak buruk-buruk amat, kok. Ada banyak memori indah yang didapat selama ngangkot: diteriakin sopir, digrepe copet, disentak pengamen gara-gara ngobrol atau denger mp3 pas dia nyanyi, permen karet nempel di sol sepatu, hampir diserempet, dan lainnya (buset, lo dendam banget ama angkot ya, Fer?). Ga ding. Saya pernah ketemu guru favorit saya di angkot. Saya sering ketemu teman lama saya di angkot. Banyak celetukan yang lucu atau emngandung hikmah yang saya dapatkan selama di angkot (padahal pake earphone, loh. Saya juga bingung kok bisa kedengeran). Syukur-syukur kalau saya bisa ketemu cinta sejati saya di angkot, kayak temen saya yang kalau janjian selalu di angkot. :P

Cheers!

PS: Saya kira saya bisa balik normal dengan break-up dan confess. Tapi... kok kayaknya saya malah makin twisted, ya? Oh my...

Monday, May 19, 2008

Akhirnya...

Akhirnya… akhirnya... oh akhirnyaa... mau bikin “list-of-akhirnya”, ah!

  1. Akhirnya si paman dan bibi ke luar kota juga (walaupun sampai hari Selasa). Kayaknya aku bakal sering-sering ngakses internet deh. :P (jahat nian kau, Fer)

  2. Akhirnya kuliah selesai juga (YAAAY!)... tapi UAS pun dimulai juga (urgh).... Mana diakhiri sama kader tiga hari pula... sungguh dua minggu yang melelahkan.

  3. Akhirnya si generator sialan teh beres juga! Dan hasilnya juga cukup memuaskan. Bayangkan, generator kita ngehasilin 15 Volt dong! Memang sih stres banget ngerjainnya (coz ada banyak perfeksionis di kelompokku), tapi worth it banget deh!

  4. Akhirnya kemaren dihubungi sama orang-orang yang kukira nggak akan ngehubungin aku lagi (sebenarnya sih karena aku ngirimin mereka sms iseng :P). Salah satunya adalah temanku waktu SMP. He got looks, and he’s a basketball player (so un-Ferdy). Dan, dia bilang dia main sinetron sekarang. Wih, superstardom! Ngiri guaaa (nggak gitu juga sih, Fer)! Suka ngerasa bersalah aja pas inget aku nggak bisa sekamar sama dia pas karyawisata, and aga nyesel juga. Bayangin, anak basket dong! Mereka kan pemilik kasta paling tinggi di sekolah, dan mereka menganggapku (yang notabene nerdy ini) se-kasta sama mereka! Ups, tampaknya aku terlalu mendramatisir suasana deh (kalau kamu baca ini, maafkan ke-lebay-an ku yaaa. Salahkan kampus yang sukses bikin otakku korslet :P)...

  5. Akhirnya that particular person (kayaknya bakal) jadian. Sigh. Padahal aku sempet punya feeling ke dia. Salahku juga, sih. Terlalu cepet mutusin. Yasud, laaa... toh manusia di dunia ini bukan cuma dia seorang. Masih ada dia (yang akhirnya sampai saat ini nggak juga ngehubungin. Huh).

  6. Akhirnya aku bisa warmer sama orang. Walaupun masih sama orang yang deket doang sih (dan yang namanya muncul di mind-mapku). Mudah-mudahan aja nggak terlintas di benakku untuk naikin border lagi kalau ngehadapin orang...

  7. Akhirnya Grasindo ngasih kabar juga. Dan, seperti yang kuduga, akhirnya ditolak juga. Alasannya, naskahku terlalu slow (teuing eta teh maksudna naon). Tampaknya aku butuh mata dan otak lainnya deh untuk pinpoint what’s wrong with my manuscript. Any volunteer?

  8. Akhirnya aku personalize my friendster URL. Jadi www.friendster.com/mychainedandtwistedme (main ke sana yah). Trus namanya diganti jadi FreddyKrueger dan shoutoutnya diganti jadi “Can I sleep now? I’m tired. I need a long sleep, forever if i must.” Hahaha, kurang psycho apa lagi aku ini?

  9. Akhirnya aku kudu berhenti curhat di sini, soalnya udah janji mau namatin baca buku kalkulus versi life science, biar besoknya bisa bermesraan sama Purcell (ya ampun, Fer... masa bermesraan sama kakek-kakek yang belum tentu masih idup atau enggak, sih? Parah lu). Bayangkan, UAS lusa, Mas! Males banget kalau nilai gua harus terjun bebas lagi kayak dulu (UTS 1 89, UTS 2 58)... So, cheers!

Sunday, May 18, 2008

DC, ML, dan Alfamart : What a Twisted Sunday

Hari ini hari minggu (Semua juga tahu, Fer…). Hari ini hari yang sempurna untuk dijadikan hari leyeh-leyeh. Hari bangun siang, bermalas-malasan, dan (khusus saya) bercinta dan bercumbu (alah, bahasanya... keracunan ML, nih) dengan text book.

Walaupun begitu, kenapa saya tetap ke kampus hari ini?

Jawabannya mudah: karena saya ada kerjaan di kampus.

Eh, nggak di kampus juga deng. Di Asrama Putra Kidang Pananjung. Bikin generator DC.

Jadi gini ceritanya. Di Fisika Dasar, salah satu mata kuliah TPB, ada yang namanya tugas riset sederhana. Intinya, mahasiswa disuruh ngerakit suatu alat yang dasar teorinya diajarkan di semester itu. Dan, untuk semester ini, teorinya adalah hukum Faraday yang diterapkan menjadi generator DC. Sebenarnya anak-anak udah tahu ada tugas ini sejak April, tapi… yah… namanya juga mahasiswa. Diulur-ulur mulu. Apalagi mahasiswa life science yang notabene jeblok mulu fisikanya (jangan samakan kita sama para tukang obat yang nilainya tinggi-tinggi itu, huh!). Jadi ajah… dikerjainnya baru pas seminggu sebelum dikumpulin…

Entah melalui keajaiban apa, tiba-tiba saja hari Sabtu kemaren ada kumparan unik di depan mata saya. Katanya sih si Aep keluar 75.000 buat bikin itu. Semua anggota kelompok dikumpulin untuk ngediskusiin apa yang harus dilakukan dengan rangkaian besi rumit bin futuristik itu. Dan… debatnya seru banget deh! Ada yang ngomong, n dipotong dengan pertanyaan ga penting. Ada yang nyeletuk nggak nyambung. Ada yang berkelit dengan seribu alasan. Saya sih cari aman dengan menyeret Felix, yang ngerti cara kerja tuh kumparan, dan menyeketsa (duh, kata yang aneh) tuh kumparan (walaupun tetep si Adit yang harus bikin skemanya).

Pertemuan hari Sabtu kemaren (yang sebenarnya lebih diisi oleh debat kusir dan menunggu para delegasi yang pergi nyari diode n pergi ziarah ke tukang kayu) pun diakhiri dengan French Fries Super Large dari Vivi (makasih!) n janjian agar ketemu lagi di Kampus jam 10. Aep dan Felix malah udah janjian untuk berenang dulu pas paginya…

Terus, malam Minggu, aku ditelepon Felix. Katanya, ada masalah urgent sehingga aku harus datang ke Kidang Pananjung jam 7 alih-alih jam 10. Yasud, paginya aku datang sesuaj janji. Aku singgah dulu di kosannya Adit, dengan asumsi dia udah tahu soal urgensi masalah itu. Guess what? Si Adit belum mandi (kayaknya justru dia masih tidur pas aku ketok pintu kosannya) dan nggak tahu kalau jam kumpul digeser! Selidik punya selidik, ternyata cuma aku yang disuruh datang pagi-pagi! Kok pilih kasih, sih? Aku juga mau bangun siang nih…

Dan… ternyata… masalahnya adalah pemutar generator itu. Asalnya mau pake sepeda si Eki (yang bikin aku mikir, gimana caranya bawa benda itu ke GKU Barat lantai 3?), tapi gagal. Masalahnya ada pada fan belt yang belum tentu bisa dipake ke si sepeda. Duh… itu kan bukan urusanku. Itu kan urusan divisi alat, bukan divisi laporan! Gimana, sih…?

Akhirnya, setelah hampir desperate gara-gara nggak ada timah (buat nyolder) dan magnet (buat uji coba), kita sepakat kalau pemutarnya pake manual aja (lho? Nggak nyambung, ah). Timah minta dari anak-anak yang ngerjain robot, sedangkan magnet minjem dari teman asrama si Aep. Kita sempet down pas sadar jarum voltmeternya nggak bergerak, sebelum nyadar kalau di diodanya dipasang kondensator. Kayaknya alat itu mirip kapasitor: nyimpen tegangan sampai tunak dulu. Kasian si Adit, kena tipu lagi. Dan… tahukah kalian, akulah yang didaulat anak-anak untuk jadi tukang putar! Asalnya aku sempet nolak, karena aku nggak yakin tanganku bisa bergerak secepat itu. Dan,a ku adalah salah satu orang yang bingung pas nyadar kalau jarum voltmeter nunjukin angka 1 volt (“Si Ferdy mah tenaganya disimpen mulu, sih,” ujar Aep)! Gila! Disuruhnya kan maksimal 0,25 Volt! Nilai maksimum udah di tangan ini mah! Hooray! Adit ngambil foto generator dari berbagai sisi (dan ngambil foto kucing yang dimainin eki—nggak penting disebutin, emang) dan aku melesat ke kosan adit buat ngambil gambar 3D Max-nya untuk laporan.


Ini nih si yayang generator yang bikin kita mampus setengah mati
Mana cuma bisa ngasilin listrik satu volt lagi...


Pulang dari Cisitu, aku makan, mandi, dan melesat ke BSM. Biasalah, suntuk. Di sana, aku berhasil baca dua buku: Gokilmom dan ML versi novel. Buset, asli ngakak saya pas baca Gokilmom; gokil abies! Bodo amat diliatin, yang penting kan ekspresif! Yang bikin ngakak tuh terutama pas Tristan (si anak) ngegombalin ibunya (yang nyulis buku itu). Nggak nyangka, masih kecil udah pinter ngegombal! Saya yang 18 tahun aja jadi minder coz nggak bisa (ajarin dong :P)…

Buku satu lagi, ML, bener-bener bikin pusing saya. Entah karena emang penulisnya yang sukses bikin saya bingung baca bukunya (pas baca Sakit Setengah Jiwa pun saya bingung) atau inti ceritanya yang bener-bener “American Pie” banget. Oke, jujur, sebenarnya sih ngiri aja sama si Mario yang bisa seenak jidatnya “melakukan itu” sama si pacar. Kayak nggak ada beban… dan ganjaran. Hus, Fer! Inget Fahri di “Ayat-ayat Cinta”; kamu mau dapet cewek kayak Aisha, kan? Percayalah, cewek yang baik akan datang pada cowok yang baik… (suara hati yang (mudah-mudahan) menenangkan). Intinya mah, jadi pengen liat filmnya kayak gimana (dan males juga kalau ditatapi “ih-lo-mesum-juga-nonton-ginian” kalau ektahuan dah nonton).

Pulang dari BSM, aku mampir di Alfamart Palasari. Niatnya mah pengen beli sabun cair ma mecah uangku yang 50.000. Aku akhirnya beli sabun cair kemasan isi ulang, biskuit coklat, ma 3 bungkus mie instan. Bayar-bayar, keluar, terus jalan dengan entengnya ke rumah. Pas sampai di rumah, baru nyadar ada yang janggal.

LHO, TAS SAYA KE MANA YA?!

Loding bentar (biasa, seleron)…

AAARGH! KETINGGALAN DI ALFAMART!

Sebenarnya sih nggak masalah mau tasnya ilang apa nggak. Toh isinya cuma binder dan payung. Tapi… nggak juga ah. Tas itu hadiah ultah dari A Erwin, dan lagi pewe banget dipakenya. Dan juga, di binder tu ada fotokopi KSM, kartu perpustakaan ITB, dan catatan satu semester! Sambil mesem-mesem sepanjang jalan (plus ninjuin kepala saking konyolnya), aku kembali ke Alfamart buat ngambil tuh tas (dan disenyumin mBak-mBak kasirnya. Ih, malu…).

Pulang, aku langsung mandi (hebat banget, hari ini mandi tiga kali sehari. Berasa makan aja :P). Terus makan biskuit coklat (yang habis sepuluh menit kemudian dan bikin perut nggak nyaman sampai sekarang T_T). Trus… ngerjain laporan terkutuk… yang diakhiri buat nulis posting ini! Hahaha… moga-moga aja nggak garing…

Cheers!

Friday, May 16, 2008

J-5 Menuju UTS Kimia!!!

Arrgh, gila! Tinggal lima jam lagi menuju UTS Kimia, dan aku malah santai-santai di Blogspot!

Tuhan... gimana nih...?

AKu nggak mau ikut UAS kayak smester 1. Cukuplah aku menderita seperti itu kemaren.

Dan begonya, tadi tuh aku malah karaokean di depan speaker kompie, nanyiin lagu Only When I Sleep-nya The Corrs, yang dipadok dari kompie-nya si Adit.

Ah, nggak apa-apalah. Anggap saja perayaan kebangkitan diriku yang baru.

Yup! AKu udah nggak ngerasa kesepian lagi. Aku udah mampi mengendalikan perasaanku kalau ditinggal orang lain. Aku udah nggak butuh status menyusahkan ini lagi. Aku nggak butuh dia lagi.

Lagu The Corrs itu memang melambangkan perasaanku yang sesungguhnya. Bagiku, dia hanyalah mimpi. Dia kujadikan bukti kalau aku dibutuhkan, kalau aku nggak sendiri. Karena itu, aku langsung menyanggupi permintaannya; karena dia bilang akan menghilangkan kontak denganku seandainya aku menolak atau tidak menjawab.

Sejak hari itu, aku dirundung bimbang. Hatiku kacau, berkecamuk bagai badai. Aku tak bisa cerita. Tidak pada siapapun, karena itu pertaruhan yang kejam. Aku tahu, aku ingin sekaligus tak ingin berada dalam situasi seperti ini.

Dan, kini aku tahu kenapa aku ingin berada di situasi ini: karena aku tak ingin sendiri.

Dan kini aku menyadari aku tak butuh itu lagi. Karena aku memang tak sendiri.

Untuk orang yang kumaksud, seandainya kamu membaca ini (yang kayaknya nggak mungkin coz dia nggak tahu apa-apa selain muka dan nomor HP-ku) dan membaca SMS-ku tadi pagi, mudah-mudahan kamu menangkap makna ganda di dalamnya. Dan kuharap kamu mau memutuskan apa yang terbaik untukmu dan untukku berdasarkan makna ganda dalam sms-ku itu. Karena kini aku telah kembali menjadi diriku yang dulu, yang bisa bilang, "Kasihan deh lo," pada lirik lagu cengeng yang menceritakan betapa sulitnya hidup tanpa si dia. Karena kini aku tak peduli akan kelangsungan hubungan kita yang twisted bagiku namun normal bagimu. Kalau kau masih membutuhkan aku, aku dengan senang hati menyambutmu. Karena kau sempat bertahta di hatiku.

Arrgh, makin nggak penting! Ayo belajar Radiokimia!

(User disconnected)

P.S. Bagi pengunjung yang kebetulan nyasar di lembah tak berujung ini, mohon komentarnya yah! Ditunggu!

(Katanya disconnected? Nggak konsisten)

Wednesday, May 14, 2008

Backpacking? MAOOOO!!!

Tertarik menulis blog lagi setelah si teman saya yang heboh-heboh asyik meng-sms saya dan bilang tulisan saya lucu (iya gitu? Perasaan biasa aja deh). Terus, rada ngiri juga ngeliat kesuksesan blog-blog yang dibukukan itu. Gila, tinggal nulis kehidupan sehari-hari, dapat royalti pula! Aaah, gua ngiri....! (Jeritan hati seorang pengarang yang naskahnya tak kunjung dibukukan)

Tadi baru aja dari gramed merdeka, awalnya pingin membeli buku yang ditemukan berdua bareng si “...” (takut ada yang jeles), dan akhirnya malah mengadopsi (cuih) sebuah buku (dan memerawani buku lainnya tanpa mau bertanggung jawab :P (maksudnya baca tanpa beli)). Sampulnya biru, harganya lumayan. Aku mau aja nyebutin judulnya, tapi setelah si pengarang ngasih ongkos karena dah ngiklanin. Lumayan buat beli iPod :P

Kenapa aku beli buku itu? Karena lusa aku UTS. Hah? Kok bisa? Soalnya aku butuh pelarian. Dan lagi, berhubung duit di ATM masih banyak (kenapa ortu nggak nurut aja pas aku minta uang sedikit, sih? Kan klo kayak gini akunya yang jadi boros B-)), jadi jah beli tanpa mikir panjang lagi.

Dan lagi, topik bukunya menarik. Tentang backpacking.

Yup. Backpacking. Hal yang paling ingin aku lakukan seumur-umur.

Bayangkan, betapa enaknya bisa jalan-jalan ke luar negeri, hanya berbekal ransel sebiji plus-plus, nggak perlu keluar uang terlalu banyak n... pokoknya... kayaknya asik banget, deh! Apalagi buat cowok kuper yang paling jauh cuma pergi ke Palu (dan itu pun nggak inget cz masih lima tahunan ke bawah)...

Kalo dibilang, aku ini manusia kontradiksi. Bagiku, nggak ada yang senyaman rumah. Leyeh-leyeh di atas kasur ditemani coklat hangat tuh pleasure banget buat aku. Wuih!

Masalahnya, aku pembosan. Kadang-kadang, pingin rasanya ngambil pacul atau linggis trus ngerobohin empat dinding kamar yang kayaknya makin lama makin kusam aja (ya iyalah, ditendangin gitu...). Tentu aja nggak mungkin aku berlaku kayak gitu, secara aku tinggal di rumah orang. Akhirnya, yang kulakukan adalah, pergi ke luar rumah, berbekal duit recehan buat naik angkot.

Asa muter-muter nggak sih...?

Intinya, aku cukup pede untuk menjadi backpacker. Gimana nggak, aku punya passion yang wajib dimiliki setiap backpacker : pengen jalan-jalan! Aku pengen sightseeing, terutama kalau objeknya wisata alam gitu. Ke pantai berpasir putih, atau ke gunung yang rimbun dan adem. Kenapa nggak mau masuk pecinta alam? Ogah ketularan malesnya. :p

Modal lainnya, aku kuat jalan kaki. Yup, bisa dibilang, aku hobi jalan kaki. Dulu, waktu SMA, aku pergi sekolah jalan kaki. Teman-teman kelasku aja hapal kebiasaanku satu ini. Untungnya saja aku nggak pernah bau badan walaupun banjir keringat, jadinya reputasiku aman. Selain itu, kalau nggak ada kerjaan, aku suka jalan kaki. Ngebuang waktu dengan jalan kaki. Dari gramed ke rumah, misalnya, atau ke alun-alun untuk beli mp3 (n selalu ditawarin bokep), atau dari BSM ke rumah (“One day tour of Bandung, Pak?” ledek temanku). Selama di sukabumi, aku malah nggak pernah naik angkot saking kecilnya tuh kota.

Tapi... pas baca buku itu, aku nyadar kalau backpacking tuh nggak sesederhana itu. Backpacking itu survival. Gimana caranya orang bisa tahan hidup dua minggu berbekal lima kaos, dua celana panjang, dan uang secukupnya? That’s awesome for me, secara aku hidup di keluarga yang nggak niat bikin aku ngerasain hidup susah (seadanya sih iya, tapi nggak se-terpuruk itu). Tapi, nggak masalah, deh. Aku kan terbiasa hidup sederhana (walaupun nggak bisa cuci baju n sekalinya cuci piring pasti dicuciin lagi sama si bibik karena divonis belum bersih).

Masalah lain menghadang. Okelah kalau masih di dalam negara. Kalau lintas negara? Wuih, lebih gawat, tuh. Paspor, lah. Visa, lah. Birokrasi, hal paling kubenci sedunia, pasti menghadang. Belum lagi dari segi finansial, secara nilai rupiah jatoh banget jadinya butuh duit lebih banyak untuk beli barang yang—bagi penduduk sana—murah. Belum lagi culture shock dan kendala bahasa, secara bahasa inggrisku nggak bagus-bagus amat. Ngomong aja masih balelol, kudu didongkrak kursus...

Yah... sayang... padahal aku pengen banget ke luar negeri.... Jadi iri sama dua orang temanku yang pramugara itu, mereka bisa ke luar negeri. Tapi... nggak juga, deng. Mereka pasti harus stand-by terus di pesawat jadinya nggak bisa jalan-jalan :P Kasiaaan...

Pokoknya, tekadku udah bulat. Kalau aku punya uang sendiri, entah itu dari royalti atau kerja sambilan, atau apa pun, aku bakal beli tiket ke Palu. Aku mau main ke Batusuya (bener nggak sih nulisnya?), ke rumah nenek. Aku udah ngiri berat ngedenger cerita adik-adik tentang tempat yang luar biasa indah itu. Bayangin, pantai putih yang masih bersih cuma berapa langkah dari belakang rumah! Burung rangkong dan hewan-hewan lainnya berkeliaran bebas... aku jadi pengen datang ke sana, trus duduk di bawah pohon kelapa sambil baca komik (atau ngetik klo udah punya laptop). Pasti asyik! Sayang, no coconut, coz i hate ‘em.

Yah, bermimpi boleh, kan? Mungkin aja mimpi itu bisa terwujud. Mungkin aja aku bakal keliling dunia dengan alasan kuliah graduate atau post-graduate (amin!), ngambil sampel mikroba (amin!) atau presentasi ilmiah (amin!). Walaupun dalam rangka kerjaan, tetep aja ke luar negeri. Ah, pokona mah, AMIN weh! (Si Amin misuh-misuh coz dipanggil terus dari tadi padahal mau ngejar pacarnya yang entah udah lari ke mana :P).

Thursday, May 1, 2008

Tren Latah Film Indonesia

Barusan baca tulisan seseorang di milis sebuah forum yang saya ikuti. Inti tulisannya tuh, dia kesel sama film-film Indonesia yang makin lama makin nggak ngedidik. Saya setuju banget sama yang dia katakan, tapi malas menyentuh (baca: menghujat) topik yang sama kayak dia (sinetron). Topik itu mah nggak perlu dihujat coz banyak orang yang kesel sama dia (dan sayangnya, orang yang suka sama dia tuh lebih banyak T_T). Yang mau kubahas (jangan baca: menghujat) tuh Film Layar Lebar, soalnya saya jadi inget billboard gede banget yang berkali-kali saya baca dalam perjalanan saya tiga kali bolak-balik mengarungi jalan Dago (buset, kurang kerjaan amat, ya?). Sebuah billboard yang menyatakan kalau (bahasa, euy...) di bioskop ada film baru: ML.

Yup. Saya nggak salah tulis. Emang judulnya ML, singkatan dari “Mau Lagi”.

Hehehe, garing, ya? Coz pasti semuanya udah pada lihat dan tahu.

Yang saya tangkap dari Billboard itu (selain dari pakaian dan pose pemeran ceweknya yang provokatif nggak jelas, dan si Olga Syahputra yang tampaknya mulai menerima kodratnya sebagai cowok) adalah “Indonesian Pai, bukan American Pie”. Sumpah, saya ketawa baca tagline itu (walaupun dalam hati, coz takut dikira gila). Indonesia, dengan lembaga sensor film-nya yang supertajam dan FPI serta lembaga islam garis keras lainnya, mau nekad bikin film kayak gituan? Nggak yakin bisa, deh. Nggak yakin. Dulu Playboy mau terbit aja susahnya setengah mati (padahal FHM dan Popular dibiarin aja), protes terbit di sana-sini. Apalagi film yang (ceritanya) mau niru American Pie yang notabene sarat pesan moral Amerika yang hedon itu (bukannya anti-Amerika, tapi nggak setuju aja ama paham seks bebas di sana). Tapi nggak tahu juga, deng. Negeri ini kan penuh keajaiban (LOL).

Tapi... kayaknya negeri ini mulai memasuki fase-latah-tema-movie baru: sex comedy. Diawali dengan Quickie Express yang mengangkat tema gigolo (yang katanya lebih ke menjijikkan coz yang buka-bukaannya cowok), terus XL (yang saya yakin banget ini nyadur dari buku Bigsize. Soalnya pas billboard filmnya nampang, saya langsung kebelet pengen beli novel itu (itu mah hasrat dodol doang, ya?), dan elemen si tokohnya makan pisang), DO (yang bikin miris banget coz beda banget sama novelnya. Kalau saya jadi Mas Arry, saya nggak bakal mau cerita sebagus DO diotak-atik, apalagi jadi cerita macam ini), dan si ML ini. BTW, Jakarta Undercover nggak dimasukin, coz ceritanya lebih ke drama thriller (menurut cerita temen saya :P). Kenapa saya yakin banget ini latah? Karena film-film itu munculnya hampir berurutan, dan temanya sama. Dan lagi, kasus permak cerita DO-lah yang makin menguatkan dugaan saya mengenai hal ini (Naon seh? Berasa Detektif Conan, deh...).

Kalo diurut dari awal, perkembangan tema movie-made-in-Indonesia dimulai dari romance remaja, yang ditandai dengan kemunculan AADC, Eiffel I’m In Love, dan film-film remaja lainnya yang latah sehingga ceritanya mirip-mirip. Saat itu juga, teenlit membanjiri pasar, hal yang wajar coz film-film remaja itu rata-rata hasil saduran teenlit. Habis romance, terbitlah horor (matahari terbenam :P), yang dimulai dengan film fenomenal Jelangkung. Katanya sih film ini bagus, tapi klon-klonnya nggak banget. Cuma modal lingkungan gelap, dandanan (yang kata mereka) serem (tapi ternyata enggak, tuh), dan kemunculan tiba-tiba, film-film itu jauh dari bagus. Salah satu sutradaranya malah bilang dia nyadar kalau film yang dia bikin nggak berkualitas dan nggak bagus. Busyet. Kan malu kalau ada orang asing yang nonton film itu dan kemudian main pukul rata gitu aja. Bisa-bisa martabat Indonesia hancur lebur...

Tapi, ternyata ada juga film yang nggak latah tapi keren banget. Contohnya Arisan,Gie, Naga Bonar Jadi Dua, Jomblo, dan film-film lainnya. twelve thumbs up (pinjem jempol tangan dan kaki orang lain, lah. Saya kan bukan makhluk planet berkaki 12) deh buat sineas-sineas muda yang nggak mempraktikkan teori ekonomi sialan yang bunyinya kira-kira, “Selama konsumen belum puas, jejali terus, sampai eneg kalau perlu.” Moga-moga aja banyak orang yang nyadar soal ini dan mulai menggunakan otak kreatif mereka sehingga Indonesia nggak dipenuhi muntahan para konsumen yang eneg karena overload :P

Tapi, percaya deh, bakal ada satu film lagi yang keluar dari pakem. Dan, saya yakin, film itu bisa membuat latah saking tenarnya dan membuat genre baru: fantasi. Penasaran? Tunggu aja tanggal mainnya (ngarep :P).

Yaah... ini sih review dari orang awam amatiran yang sebenarnya nggak tahu apa-apa soal perfilman (coz jarang nonton, sih. Ada yang mau bayarin?). Kalo bener, datangnya dari Allah SWT, kalau salah datangnya dari saya sendiri (Kok jadi khutbah? :p). Cheers!