Wednesday, August 13, 2008

Selamat Jalan Akbar...

Harusnya aku udah tidur jam segini. Apalagi kalau besok aku jadi fitness. Tapi yah, sudahlah. Toh, udah kadung nggak bisa tidur juga…

Jadi, ceritanya, sesaat ketika aku mau tidur (walaupun pastinya nggak akan bisa langsung tidur saat itu juga), Pz nelepon aku. Suaranya terbata-bata gitu. Aku langsung duduk tegak, khawatir. Habisnya, kalau Pz sampai nelepon, apalagi sampai terbata-bata, berarti yang dia sampaikan pasti penting banget.

Aku tanya, ada apa. Dan dia jawab, “Akbar meninggal.”

Sempat speechless selama beberapa saat. “Innalillahi... Kapan meninggalnya?” tanggapku, cukup standar kalau kupikir lagi.

Dan Pz pun bercerita. Tentang kabar itu yang dia terima dari Be’es. Tentang Akbar yang katanya meninggal tadi sore di Cianjur. Tentang keinginannya untuk mengontak Zuhri, adik Akbar, untuk konfirmasi.

Aku langsung menghubungi Reza, juniorku yang juga ikutan Olimpiade Biologi. Dan dia bilang kabar itu benar. Ditambah lagi dengan SMS forward-an dari Farida. Yah... berarti Akbar memang meninggal (walaupun waktu meninggalnya masih simpang siur; ada yang bilang sore, ada yang bilang pagi).

(Menghembuskan napas) Akbar... nggak nyangka banget gua...

(Nostalgic Mode: On)

Pertama kali kenal Akbar waktu kelas satu SMA. Waktu itu persiapan menuju Olimpiade Biologi tk. Wilayah. Aku disuruh tunggu di depan lab biologi, dan di sana ada dia. Kita sempat mengobrol sebelum gurunya datang. Orangnya ramah, ceria, dan baik banget. Dan, uniknya, dia memanggil dirinya sendiri dengan nama, hal yang jarang kujumpai pada cowok.

Waktu itu, kita punya ambisi yang sama: juara olimpiade tingkat internasional, terus masuk FK. Kita sama-sama jago biologi, jadinya sering diikutsertakan dalam lomba-lomba. Dari situ, kita kenal sama Pz dan Nesu, yang juga jago dalam bidang biologi (nggak usah ngeles yah, Pz (:P)).

Aku jadi ingat pas kita ikut lomba berempat. Lomba HBO, kalo nggak salah. Kita berangkat naik mobilnya Elsy ke FK Unpad. Aku sekelompok sama Akbar dan Pz. Pas lomba sesi pertama, kita malah ketawa-tawa sambil ngisiin lembar ujian. Wajarlah kalau kita akhirnya disensiin sama seniornya dan nggak lolos tahap itu. Dan, lagi-lagi kita ngetawain hal itu bertiga (sambil ngeledekin Nesu yang lolos ke tahap berikutnya dan harus pasrah karena didampingi Ibu Budi).

Saking seringnya bareng, kita jadi dekat. Cukup dekat untuk membentuk sebuah geng bernama Penjol. Awalnya dari kumpul-kumpul di rumah Pz (aku nggak ikut waktu itu karena... apa ya... lupa), dan mereka memberiku panggilan yang tak sedap didengar telinga: brojol. Dasar kalian kejaaaam! (:P)

Jadi ingat lagi masa-masa kelas tiga ketika aku hobi saling nyeletuk sama si Akbar (mau ngaku, kadang-kadang aku suka nasteung denger komentarnya yang innocently annoying). Si Pz bahkan bilang kalau aku dan dia sudah kayak anak TK, hobinya berantem mulu (dan aku balas bilang kalau Pz adalah guru TK yang bertugas mendamaikan kami berdua (:P)). Jadi ingat masa-masa ketika Akbar minta aku ikut Tianshi dan jadi downline-nya (padahal harusnya dia yang jadi downline-ku, tapi aku malah nyodorin nama dia ke Araf karena nggak mau join). Jadi ingat suatu sore ketika aku, Nesu, dan Pz dengerin dia presentasi Tianshi, dan Pz melontarkan kritik khasnya yang (lagi-lagi) berbobot dan bikin aku merinding.

Jadi ingat kata-katanya yang intinya ngasih tahu kalau aku sudah keterlaluan sama “dia”. Jadi ingat cita-citanya yang kupikir muluk namun diucapkannya dengan penuh kesungguhan. Jadi ingat keceriaannya, senyumnya, tertawanya, caranya ngeles. Jadi ingat kalau dia pernah nraktir aku dan Pz dengan gaji pertamanya dari Tianshi. Dan Pz bilang dia semangat banget ingin ngajak kami nonton berempat. Jadi ingat kalau pertanyaanku soal mengapa perutnya mendadak buncit hanya ditanggapinya dengan cengangas-cengenges yang memancing jitakan (padahal aku sungguh-sungguh khawatir waktu itu). Jadi ingat kalau dia mendadak menghilang sejak kelulusan dan tahu-tahu aku mendengar kabar kalau dia akhirnya kuliah di FK Unjani.

Dan orang itu kini sudah tak ada. Sudah tak bisa kutemui. Mungkin kini dia sedang dimandikan atau dikafani. Mungkin juga sedang disemayamkan. Mungkin... mungkin...

Dan akhirnya aku menelepon Pz. Kita bicara lama sekali. Dari situlah, aku tahu tujuan utama Akbar masuk Tianshi: ingin bikin rumah sakit gratis.

“Gua prihatin sama pelayanan kesehatan yang minim bagi orang-orang nggak mampu. Karena itu, gua mau ikut Tianshi sampai dapet kapal pesiar. Semua itu mau gua jual dan gua pakai buat bikin rumah sakit. Walaupun gua nggak keterima SPMB FK, gua bakal tetap jadi dokter dan nolong orang,” ucapnya, seperti dikutip Pz.

Dalem. Banget. Sumpah.

Dan orang itu kini sudah tiada.

Bar, sebagai salah satu orang yang kuanggap dekat, aku merasa kehilangan dengan kepergian ini. Namun, yang bisa kulakukan hanya mengucapkan selamat jalan. Kami semua mendoakanmu, Bar. Semoga amal ibadahmu diterima di sisi-Nya dan dosa-dosamu diampuni.

Dan... semoga aku bisa bertemu lagi denganmu di surga-Nya kelak.

Amin.

P.S. : Kok... mata gua jadi panas yah pas ngetik ini? Apa karena Counterpain kena mata? Tapi, kok dada gua ikut-ikutan sesak ya? Tabah, Fer...

P.S. 2 : Kalau ada yang mau ke makamnya, aku ikut ya. Aku ingin mengantarnya pergi kalau bisa, tapi... apa daya...

1 comment:

Emencipation of Jay said...

hey,
sorry i have to sign off, the server here went down so it sign me off ...
well just have a nice day n catch ya later


cheers


jry