Friday, May 29, 2009

Roseman: Pilot Chapter

I

Sore hari di kawasan utara Bandung[1] yang begitu tenang. Cercah hangat mentari menyinari alam dengan kehangatan terakhir menuju malam. Burung-burung mulai terbang pulang ke sarangnya yang hangat. Sebuah gedung laboratorium berdiri khidmat di tengah pepohonan. Bebungaan berwarna-warni yang mengelilinginya mengangguk-angguk ditiup angin sepoi yang turut membawa serta wangi bunga ke angkasa.

Sungguh tempat yang nyaman dan tenang, bukan?

Bukan. Sayang sekali.

“Risa, ayo sini. Kembaliin jas lab teteh. Itu inventaris kantor, nggak boleh sampai hilang. Ayo, di mana kamu sembunyiin?”

Perkenalkan. Cewek ini bernama Honey—tapi namanya dibaca “Hani”—dan dia adalah salah satu analis di lab tua ini. Ceritanya, dia mengajak kedua adik kembarnya main ke tempat kerjanya—keputusan yang langsung ia sesali. Dia hendak membuang limbah cair hasil analisis hari ini ketika jas labnya tidak ada di meja lab. Dan kecurigaannya mengarah pada Risa, salah satu adiknya yang punya sense of fashion tinggi untuk anak kelas 4 SD dan ribut terus mau memodifikasi jas labnya.

“Umm... Jas labnya di...” Risa berkata lambat dan takut-takut. Habisnya dandanan Honey mirip guru matematikanya: berkacamata tebal dan rambut diikat kuncir kuda.

“Di mana?” tanya Honey tak sabar. “Risa, kalau nggak ngomong sekarang, nanti teteh doain jodohnya bukan ekspat muda ganteng bin kaya lho. Mau nggak? Nggak, kan? Makanya, ayo ngomong! Ngomong!”

“Teteh kenapa?” tanya Risa polos. “Salah makan obat?”

Grrr. Honey geram. Pura-pura polos lagi nih anak. “Ayo cepetan, Risa! Bentar lagi maghrib! Kantor tutup! Jas labnya ada di—RINO!”

Rino adalah saudara kembar Risa, berwujud anak laki-laki berjas lab kedodoran yang kayaknya terbuat dari karet saking hiperaktifnya. Sekarang dia mulai menggeratak lemari berisi peralatan kaca yang (pastinya) mudah pecah. Honey yakin, kalau sampai salah satu alat di situ pecah, bisa-bisa dia harus kerja seumur hidup di lab ini untuk menggantinya. Segera ia menyimpan limbah di kusen jendela, lalu mengejar Rino.

Risa bersungut-sungut, “Tuh, dia tahu jas labnya dipegang Rino.”

“Teteh, ada akuarium bulat kecil! Buat Rino yaaa?!” ujar Rino sambil mengacungkan tabung kaca bulat dari kotak distilasi set.

Honey panas dingin. Distilasi set itu harganya mahal, dan kalau komponennya satu saja pecah, dia harus menggantikan se-set utuh. “JANGAN, RINOOOO!” teriaknya, agak berlebihan. “KASIHANILAH TETEHMU YANG CANTIK TAPI MENJOMBLO INI!”

Heugh, dasar. Sempat-sempatnya promosi segala lagi. Wajarlah Honey masih melajang, bahkan hampir menyandang predikat jomblo perak. Habisnya... *bip*[2]

Rino tak mendengar curhat colongan tetehnya. Dia malah makin semangat berlari mengitari meja lab. Mungkin di kepalanya terputar lagu Pesawatku[3] karena kini dia mulai merentangkan tangannya.

Risa yang lebih dulu sadar. “AWAS KE...”

Namun terlambat. Ujung tangan Rino mengenai gelas kimia tempat limbah zat yang lalu terguling. Isinya tumpah ke luar jendela.

“...na.” Risa menyelesaikan ucapannya.

Dengan penuh horror Honey mendekati gelas yang terbalik itu. Dia tahu apa yang ada di balik kusen itu: sekuntum mawar. Mawar merah besar yang wangi, dan dia baru mekar tadi pagi. Dengar-dengar, mawar ini kesayangan istri bosnya dan varietas ini harus menjalani serentetan perlakuan karantina sehingga harganya jadi mahal sekali. Dan sekarang—Honey melihat dengan takut-takut—mawar itu belepotan warna karat limbah; beberapa helai kelopaknya gugur.

Mampus.

Honey berbalik menatap Risa dan Rino, wajahnya mirip kepala sekolah mereka yang memang galak. “TUH KAN! UDAH TETEH BILANG JANGAN NAKAL! KALAU TADI ADA YANG PECAH GIMANA? TERUS SEKARANG TANAMANNYA JADI MATI, KAN?”

Kedua adiknya hanya bergeming, sedikit bergidik, dan kayaknya nahan pipis. Dalam keadaan biasa, Honey pasti menyuruh mereka ke kamar mandi, tapi kali ini Honey tidak peduli kalaupun mereka ngompol. Kalaupun beneran ngompol, lumayan ada urea buat besok pagi (lho?). Yang aneh, kedua adiknya sama sekali tidak melihatnya, tetapi ke suatu arah di belakangnya.

Marah karena nggak dianggap, Honey teriak lagi, “Kalian liat ke mana, sih?!”

Alih-alih menjawab, mereka malah menunjuk sesuatu di belakang bahu Honey. Ia berbalik.

Dan tercengang.

Di belakangnya, tepatnya di luar jendela, ada seorang cowok berdiri memandanginya. Cowok berkulit putih, berambut merah, dan bermata hijau. Raut mukanya ingin-tahu-tidak-bersalah khas anak-anak, namun tampangnya sudah lepas ABG, paling tidak. Dia begitu tinggi; Honey sampai harus mendongak untuk menaksir umur dari mukanya. Dan ia telanjang dada, tubuhnya menguarkan harum yang begitu memikat namun tak asing.

Tapi dia tak hanya telanjang dada. Mata Honey setengah terhipnotis mengikuti bidang dadanya, perutnya yang datar menjurus six-pack, hingga ke lekuk kembar di bawah perutnya yang menyatu ke...[1]

“Teteh, mau pipis,” ujar Rino.

Ayam jantan berkokok dari seberang jalan[2]. Honey menelan ludah, membayangkan apa yang tersembunyi[3] di balik kusen jendela. Namun, sekonyong-konyong cowok itu melompat masuk kusen dan memeluknya erat-erat. “Aku sukaaa!” serunya panjang.

“GYAAAAAAA! TOLOOOONG! GUA DIPERKOSAAAA!”



[1] Saya permisi dulu ya, mau muntah-muntah. Ada yang punya kresek? Hitam lebih bagus.

[2] Gak nyambung.

[3] Dan tampaknya apapun yang tengah terjadi pada yang tersembunyi itu.



[1] Yang sebenernya masih lima kilometer lagi dari Bandung...

[2] Bagian ini disensor oleh permintaan yang bersangkutan. Ntar kalau ada kesempatan dibeberkan deh...

[3] Jadulnya...

Really Dead... or Deadly Real?

Hari Kamis (28/5), akhirnya gw nonton Angels and Demon. Yeah, emang telat banget sih. Apa boleh buat, orang yang bisa diculik buat nemenin nonton baru free hari itu sih, jam 5 pula. Nontonnya pun di Braga City Walk, yeah. Setelah dulu nggak jadi nonton Spiderman 3 bareng anak-anak Fasor (miss u guys), akhirnya nonton di sini juga. Dan... harga tiketnya cuma sepuluh ribu, lho! What a bargain! Jadinya uang honor ngawas ujian kalkulus pun kepake juga, alhamdulillah nggak harus nambah-nambah. Sering-sering aja nonton di sana kali ya, hehehe...

Well, I’m not here to fanboying this movie. Yeah, this is a good movie, very good indeed. The tension, the action, the pace, everything is perfect. Nobody would turn his/her back on this, I guarantee. Coz it does a good job to sparks viewer’s curiosity and twists their speculation. But, as I said before, I’m not fanboying this movie, not when lots and lots of bloggers are fanboying it right now (oops, I’m late. I’m fanboying it already, am I not?). What can I say is, this movie is a (little more) brighter version of Angel and Demon than the novel (and shorter version indeed). But, I think I’m cool with that.


What sparked my curiosity is, are they murder real people for the sake of this movie? If you already watched this movie, you would know that the murder of four cardinals is the thing that keeps the story on. I won’t tell you by what way the four cardinals are killed, because it would be considered spoiler. But, the way those cardinals are killed are gruesome, and real, especially the second cardinal. How can you explain the bleeding from his lung? An unseen pocket attached to his chest that excreted bloodlike substances? And how do you explain the brands? Makeup?


To tell you the truth, this is not the first time I wondered this. Ever since I was little, I often watch late night war and action movies with my dad. Of course, those movies involve killing in (almost) every scene. And so, I was wondered (but too timid to ask), are those killings real? Maybe, just maybe, the director thinks that death of some walk-ons is necessary to make the film as real-looking as possible. But, I don’t have chance to find out, and that thought remains unanswered until now.


So, anyone knows?

Wednesday, May 27, 2009

Quick Recaps: Last Day of Exams

Akhirnya, last day on exam! Senangnya, akhirnya semester "penuh keringat, darah, dan siksa neraka" (kalau kata salah seorang asisten fismik pas diminta tanda tangannya dulu waktu ospek) ini kelar juga. Semester yang bikin deg-deg syur karena praktikumnya seminggu 3 kali. Malah dirumorkan kalau praktikumnya sampai malam dan kalau salah ngulang. Ternyata, waktu dilakonin, enteng-enteng aja tuh. Walaupun tetep sih ada yang ngulang.

Sekarang kesibukan apa aja nih? Hibernasi. Hehe, nggak ding. Kalau dibandingin waktu semester aktif, jelas jauh banget, cz tiap minggu pasti ada aja laporan yang harus dikerjain. Biasanya data untuk dibahas (a.k.a. data pengamatan) datang sehari-dua hari sebelum deadline, jadi ya cukup memacu adrenalin juga. Dulu sih sempet kesel juga ngerjain laporan. Sekarang, setelah nggak ada laporan, kok hidup ini jadi berasa hampa, ya? (Haha, alesan. Bilang aja udah nggak ada lagi alesan untuk nggak belajar).

Anyway, mau curhat. Udah 2 hari ini (sejak Senin) gw nggak ngampus. Masuk angin kayaknya, demam-demam disertai degradasi feses menjadi fasa gas (hoek). Serius, perut tuh rasanya penuh-penuh nggak jelas gitu, tapi nggak bisa dikuras di kamar mandi. Menuruti saran seorang yang dipercaya (cz dia mengalami hal yang sama hari Sabtunya), gw pun berkenalan dengan Tolak Angin. Ternyata enak lho rasanya, lumayan melegakan tenggorokan.

Tapi, hibernasi gw selama dua hari itu bermanfaat juga, lho! Gw akhirnya punya waktu buat ngulik si Roseman. Yup, naskah novel komedi-parodi yang udah gw rancang sejak TPB, akhirnya terealisasikan pas Semester 4. Dan lagi, idenya lagi ngucur2nya nih. Mumpung lagi semangat, tulis aja sekarang. Target: tamat sebelum semester 5, biar bisa minta Dydil bikin ilustrasinya. Semangat!

Sisi positif lain dari hibernasi gw adalah gw jadi punya waktu buat nontonin MTv. MTv asia loh, bukan MTv Ampuh yang bisa-bisanya ngejadiin K***** **** jadi chart top ten, hehehe. Dan, gara-gara itu, playlist gw jadi ketambahan banyak lagu baru. Salah satu yang paling gw suka adalah The Fray - She Is, yang baru gw padok dari HP si B***. Lagunya agak cengeng sih, menceritakan seseorang yang ditinggalin ceweknya dan meratap2 gitu. Tapi, lagunya enak banget, temponya tenang dan melegakan (jadi, pura2 tuli aja sama liriknya). Berikut ini videonya:




Oke deh. Paling segitu dulu yang mau ditulis. Mungkin menyusul soal project terbaru gw: Roseman dan Putri Melati. Sekarang sih Roseman dulu yang diusahain cepet beres, cz kebayang banget sih ceritanya. Hehehe, smangat liburan!

Cheers!

Sunday, May 24, 2009

Back To High School With 168

Halow, blogku tersayang. Udah lama nih nggak nulis blog lagi. Minggu-minggu kemarin tuh minggu berdarah buat Masyarakat Mikro. Ada ujian-ujian yang pertanyaannya abstrak banget sampai-sampai sibuk jawab apa, deadline dua laporan dalam satu hari, diceramahin dosen gara-gara presentasi asal bikin, banyak banget lah.

Untungnya semua ujiannya udah selesai. Tinggal 1 ujian lagi, biselmol. Itu pun masih hari Rabu. Okeh, ujian itu bahannya banyak banget, dan gw terancam harus hapal seisi babnya supaya bisa survive. Tapi, seperti yang gw bilang, cuma 2 SKS inih. Yang penting lulus (syukur2 kalau terancam B) dan matkul lainnya terancam A (amin). Walaupun kayaknya nggak mungkin sih (keluh).

Anyway, Jumat kemarin kan ceritanya gw ngawas ujian. Biasa, ngedanus buat ke S’pore next January. Gw memilih ngawas ujian Bahasa Inggris karena, selain bayarannya lumayan, anak-anaknya lebih jinak ketimbang anak-anak yang ngambil matkul Bahasa Indonesia semester ini. Tapi, sejauh ini, anak-anak 2008 pada taat aturan, kok. Dan mereka mau duduk berselang-seling bahkan tanpa diperintah. Good boy...

Jadi, sore itu, gw dengan Dimas pun berjalan menuju ruang ujian. Kita berdua sempat penasaran, anak-anak yang bakal kita awasin dari fakultas mana, sih? Kebetulan, gw sama Dimas ngawas ruangan yang bersebelahan, jadinya anak-anaknya masih satu fakultas, dengan kode fakultas 168. Dan, setelah gw tanya, ternyata 169 aalah kode fakultas FSRD. Seni Rupa dan Desain. Wow, kayak gimana ya anak-anaknya?

Sampai di atas, yang nyampe di ruang ujian baru 4 orang, padahal seperempat jam lagi ujian dimulai. Waktu ujian (seharusnya) dimulai, peserta ujian baru datang 16 (dari 24) orang. Ya sudah, karena gw baik, gw memulai ujian jam 4 tepat (ngaret 15 menit dari seharusnya), dan itu pun nggak semuanya datang.

Tadinya, gw sempet agak-agak ragu ngawas anak SR. Bisa nggak yah gw ngehandle mereka? Karena, anak-anak SR itu seolah punya dunianya sendiri. Berdandan nyeleneh, lah. Gimana kalau ternyata mereka lebih susah diatur ketimbang anak-anak fakultas surplus cowok itu? Tapi ternyata mereka anak-anak baik dan adem kok.

Sampai itu terjadi.

Waktu udah menunjukkan jam setengah lima. Gw lihat, beberapa anak udah celingak-celinguk gelisah. Berkaca dari pengalaman, gw menyilakan orang-orang yang udah selesai untuk mengumpulkan dan keluar. Bret, setengah kelas langsung keluar. Wajar, gw pikir, namanya juga ujian Bahasa Inggris.

Yang nggak wajar adalah, bukannya pulang, anak-anak itu malah ngumpul dan ngobrol di depan pintu kelas. Gw sebagai pengawas langsung bertindak, meminta mereka tenang. Kebetulan, ada sepupu gw yang jadi anak SR 08, namanya BD.

Gw: Tolong tenang, ya. Masih ada yang ujian.

BD: Ciyee... gaya euy. Iya, iya. Sip.

Gw balik lagi ke meja gw. Tapi, belum juga gw duduk, mereka ribut lagi.

Suara Dari Luar (SDL): Iiih, masnya ganteng, deh. Ada yang mau kenalan nih, Mas. (Riuh.) UT, anak SR 08, NIM...

UT? Gw tahu anak itu. Dia anak yang suaranya nyaring banget pas ngobrol, jadi gw tahu anaknya yang mana. Gw sempet komentar juga kalau tanda tangannya unik.

UT: Iih, kalian apa-apaan sih?

Tiba-tiba, ada cowok baju kuning nyelonong masuk sambil bawa tas warna-warni. Tasnya si UT. Gw cengo. Di luar ribut lagi, si UT ber-eh-kalian-tega-amat-ama-gw dengan keras. Gw berjalan ke pintu, dan disorakin anak-anak SR.

SDL: UT... tuh dicariin sama kakaknya. Kenalan atuh.

UT: (off screen) Ogah ah, malu...

Jiaah... berasa anak SMA. Gw bingung harus ngapain, sumpah. Habisnya, itu kan fans pertama gw (sok ngartis).

Si Cowok Kuning (CK) masuk lagi. Kali ini tasnya si UT ditaro di meja pengawas. Mampus, apa-apaan lagi ini? SDL riuh lagi. Kali ini mereka berkomplot menyeret UT masuk. Yang bersangkutan langsung freeze pas tahu tasnya ada di meja pengawas.

UT: Tas gw balikin dong...

CK: (Menyorongkan tasnya ke tangan gw) Kakak, kasiin dong tasnya UT...

Gw: (nggak ngomong apa-apa. Si UT mendekat dan narik tasnya dari tangan gw)

SDL: Cie-cie.... kenalan dooong!

Jiaaaaah.... jadi begini ya rasanya ketemu fans? Wakakakakak...

Tapi itu belum selesai, lho. Akhirnya si UT masuk lagi.

UT: Mereka jahat banget tuh kak. Kenalin, UT. (ngulurin tangan)

Gw: (menjabat tangan UT) Euh, Iya...

Dan, sebelum gw menyebutkan nama gw, si UT keluar dengan tampang malu-malu kucing. Di luar, gw denger dia nanyain nama gw ke salah satu temennya. Dan, salah satu suara (gw yakin BD) nyebutin nama gw. “Nggak sama jurusannya sekalian?” tanyanya? Dan UT nggak ngjawab.

Heheeh, bodor. Berasa waktu SMA dulu, AADC.

That’s all folks! Cheers!